Jumat, 11 November 2011

iman dan kufur

PENDAHULUAN


Pertempuran Siffin antara Ali bin Abi Tholib dan Mu’awiyyah, yang akhirnya tentara Ali dapat mendesak tentara Mu’awiyah sehingga yang tersebut terakhir bersedia untuk lari. ‘Amr ibn al-‘As yang terkenal sebagai orang licik, minta berdamai dengan mengangkat al-Qur’an ke atas. Pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari. Pihak Ali kalah setelah mengadakan arbitrase. Sebagian tentara Ali, mereka berpendapat bahwa hal serupa itu tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia, tetapi harus datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam al-Qur’an.
Golongan yang memisahkan diri atau meninggalkan Ali bin Abi Thalib disebut golongan Khawarij, karena mereka memandang Ali bersalah dan berdosa besar. Ali sekarang menghadapi dua musuh, yaitu golongan Mu’awiyah dan golongan Khawarij. Persoalan-persoalan yang terjadi dalam dunia politik itu akhirnya membawa kepada persoalan teologi. Dengan menekankan kepentingan sejarah terhadap masalah “kepercayaan” iman, Ibnu Taymiyyah, teolog dari Mazhab Hanbali, menyatakan bahwa penelitian atas dua makna kata tersebut merupakan penelitian intern pertama yang terjadi diantara orang-orang Islam, karena masalah inilah maka masyarakat muslim terpecah ke dalam beberapa selok dan golongan, yang berbeda-beda dalam (menafsirkan) kitab suci dan sunnah sehingga satu sama lain saling menyebut kafir. Dan kelompok yang mula-mula masuk ke gelanggang ini adalah kelompok kharijiyyah atau Khawarij. Maka timbullah persoalan siapakah yang mukmin dan siapa yang kafir? Antara golongan yang satu dengan yang lainnya saling kafir mengkafirkan.
Dari persoalan di atas menimbulkan beberapa aliran teologi dalam Islam. Mulai dari aliran Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah dan masih ada lagi yang lainnya seperti Jabariyah dan Qodariyah.1 Antara aliran teologi yang satu dengan yang lainnya sangatlah berbeda tentang pandangan mereka terhadap konsep iman dan kufur. Dalam makalah ini penulis akan mencoba mendeskripsikan atau menggambarkan dan memaparkan tentang konsep iman dan kufur adalah dua hal yang saling berkebalikan. Bila iman diartikan sebagai percaya, maka kufur diartikan tidak percaya atau bisa diartikan tertutup. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut : dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam al-Qur'dapat diputuskan oleh arbitrase manusia.
Rumusan masalah
1.Pengertian Iman
2.Pengertian Kufur
3.Pendapat Beberapa Aliran Teologi Islam tentang Iman dan Kufur


PEMBAHASAN


A.  KONSEP IMAN DAN KUFUR

1.    Pengertian iman

Dalam Al-Qur’an iman itu selalu berkaitan dengan amal perbuatan baik berupa pelaksanaan rukun-rukun Islam, akan menyebabkan manusia hidup berbahagia di dunia dan di akhiratnya.2 Iman dari segi lughat, kata iman berarti : pembenaran ( التَّصـْدِ يـْقُ ) inilah makna yang dimaksud dengan kata ( مُؤْ مِنٌ ) dalam surat Yusuf 12, 17 yanga rtinya “Dan kamu sekali-kali tidak akan membenarkan kami (مُؤْ مِنٍ لَّـنَا ) walaupun kami orang-orang yang benar”. Dari ayat di atas, makna mukmin yakni orang yang membenarkan. Adapun makna iman dari segi istilah ialah pembenaran atau pengakuan hati dengan penuh yakin tanpa ragu-ragu akan segala apa yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW yang diketahui dengan jelas sebagai ajaran agama yang berasal dari wahyu Allah[1].
Iman adalah :
Dalam sebuah hais di definisikan tentang iman :


“iman adalah meyakini dengan hati, menetapkan dengan lidah dan melaksanakan dengan anggota”. (H.R Al-Buqari)

2.    pengertian Kufur

Kufur adalah kebalikan daripada iman. Dari segi lughat “kufur” artinya menutupi. Orang yang bersikap ‘kufur’ disebut kafir, yaitu orang yang menutupi hatinya dari hidayah Allah.
Firman Allah dalam surat an-Nisa / 4 : 136

وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا (النساء : 136)

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”

Adapun pengertian kufur yang diambil dari Ensiklopedi Islam, yaitu : Al-Kufr (tertutup) atau tersembunyi, mengalami perluasan makna menjadi “ingkar” atau tidak percaya, ketidakpercayaan kepada Tuhan. Kata kafir mengisyaratkan usaha keras untuk menolak bukti-bukti kebenaran Tuhan, yakni sebuah kehendak untuk mengingkari Tuhan, sengaja tidak mensyukuri kehidupan dan mengingkari wahyu.[2]
kufur menurut bahasa adalah menutup. Bila orang yang menyangkal dan musyrik disebut kafir karena orang itu menutupi dirinya dari nikmat allah dan menutup jalan untuk mengenal Allah. Orang yang berdosa besar adalah kafir karena dia selalu menutupi dirinya dengan dosa.[3]


B.  PENDAPAT BEBERAPA ALIRAN TEOLOGI TENTANG IMAN DAN KUFUR

Agenda persoalan yang pertama timbul dalam teologi Islam masalah iman dan kufur. Persoalan itu dimunculkan pertamakali oleh kaum Khawarij yang mengecap kafir sejumlah tokoh sahabat Nabi SAW. Yang dipandang telah melakukan dosa besar, yaitu Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu sufyan, Abu Musa Al-Asy’ari, Amr bin Al-Ash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Aisyah istri Rasulullah SAW.[4]

1.      Aliran  Khawarij

Kaum Khawarij adalah kaum pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar dari barisan Ali, karena tidak setuju dengan kebijaksanaan Ali bin Abi Thalib yang menerima tahkim / arbitrase judge between parties to a dispute.
Dari persoalan politik, kemudian kaum khawarij memasuki juga persoalan teologi Islam. Menurut golongan Khawarij al-Muhakkimah, Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara Amr ibn al-‘As dan Abu Musa al-‘Asy’ari adalah kafir.
Iman menurut kaum Khawarij bukan merupakan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, akan tetapi amal ibadah menjadi rukun iman saja. Dan menurut kaum Khawarij, orang yang tidak melakukan shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya yang diwajibkan oleh Islam, maka termasuk kafir. Jadi apabila sekarang mukmin melakukan dosa besar mapun kecil, maka orang itu termasuk kafir dan wajib diperangi serta boleh di bunuh. Harta bendanya boleh dirampas menjadi harta ghonimah.

2.      Aliran Murji’ah

Iman menurut Murji’ah adalah terletak pada tashdiq qolbu, adapun ucapan dan perbuatan tiadak selamanya menggambarkan apa yang ada dalam qolbu.
Menurut sub sekte murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yangmenyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurnadalam pandangan Tuhan.Sementara yang dimaksud murji’ah moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal didalamnya bergantung pada dosa yang dilakukannya. Dalam menetapkan kafir dan dosa besar, kalau paham Khawarij mengatakan bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dia sudah dianggap kafir, sedangkan paham murji’ah lebih bersikap positif. Artinya, sesuai dengan sebutan nama mereka arja’a, mereka lebih cenderung menyerahkan saja kepada Tuhan soal pelaku dosa besar.

3.      Muta’zilah

Menurut paham mu’tazilah Iman adalah tashdiq di dalam hati, iktar dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan konsep ini mengaitkan perbuatan manusia dengan iman, karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini dianut pula olah Khawarij. Menurut mereka iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Jadi, orang yang membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak dikatakan mukmin. Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif  karena akal mampu mengetahui kewajiban-kewajiban kepada Tuhan.
Kaum Mu’tazilah juga berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum tobat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi dihukumi sebagai orang fasiq.

4.      Asy’ariyah

Menurut aliran ini, dijelaskan oleh syahrastani, iman secara  esensial adalah  tasdiq bil al janan (membenarkan dengan kalbu). Sedangkan qaul dengan lisan dan melakukan berbagai kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupakan furu’(cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan ke-Esaan Allah dengan kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusan nya beserta apa yang mereka bawa dari-Nya, iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan seseorang tidak akan hilang kecuali ia mengingkari salah satudari hal-hal tersebut.
Kaum Asy’ariyah – yang muncul sebagai reaksi terhadap kekerasan Mu’tazilah memaksakan paham khalq al-Quran – banyak membicarakan persoalan iman dan kufur. Asy’ariyah berpendapat bahwa akal manusia tidak bisa merupakan   ma’rifah dan amal. Manusia dapat bahwa akal manusia tidak bisa merupakan ma’rifah dan amal. Manusia dapat mengetahui kewajiban hanya melalui wahyu bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan dan manusia harus menerimanya sebagai suatu kebenaran. Oleh karena itu, iman bagi mereka adalah tashdiq. Pendapat ini berbeda dengan kaum Khawarij dan Mu’tajilah tapi dekat dengan kaum Jabariyah.   Tasdiq menurut Asy’ariyah merupakan pengakuan dalam hati yang  mengandung ma’r ifah terhadap Allah

5.      Maturidiyah

Dalam aliran Maturidiyah terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok Samarkhand, dan kelompok Bukhara
1.    Maturidiyah golongan Samarkand
Dalam masalah iman, aliranMatur idiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan.Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Al-Maturidi tidak berhenti sampai di situ. Menurutnya,tas hdiq, seperti yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah. Tashdiq hasil darim a’r ifah ini didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Lebih lanjut, Al-Maturidi mendasari pandangannya pada dalil naqli surat Al-Baqarah ayat 260. Pada surat Al-Baqarah tersebut dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan Nabi Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan [5]menghidupkan orang yang sudah mati. Permintaan Ibrahim tersebut, lanjut Al-maturidi, tidaklah berarti bahwa Ibrahim belum beriman. Akan tetapi, Ibrahim mengharapkan agar iman yang telah dimilikinya dapat meningkat menjadi iman hasil ma’rifah. Jadi, menurut Al-Maturidi, iman adalah tas hdiq yang berdasarkan ma’r ifah. Meskipun demikian,ma’r ifah menurutnya sama sekali bukan esensi iman, melainkan faktor penyebab kehadiran iman.

2.    Maturidiyah golongan Bukhara
Adapun pengertian iman menurut Maturidiyah Bukhara, seperti yang dijelaskan oleh Al-Bazdawi, adalah tashdiq bi al qalb dan tashdiq bi al-lisan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya beserta risalah yang dibawanya. Adapun yang dimaksud demgan tashdiq al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran Islam secara verbal. Pendapat ini tampaknya tidak banyak berbeda dengan As y’ar iyah, yaitu sama-sama menempatkan tashdiq sebagai unsur esensial dari keimanan walaupun dengan pengungkapan yang berbeda[6]

PENUTUP


C.  Kesimpulan

Dari beberpa pemaparan diatas, serta segala penjelasan-penjelasan, yang kami dapat mengambil kesimpulan, yaitu iman merupakan suatu bentuk urusan hati yang mendorong seseorang untuk melakukan amaliah-amaliah serta iman merupakan dasar atau pondasi seseorang untuk dapat dekat dengan Allah. Dan sebaliknya kufur adalah merupakan sesuatu yang sangat dimurkai oleh Allah. Kufur juga merupakan ketidak percayaan terhadap Allah SWT beserta segala Kekuasaan-Nya. Sehingga kufur merupakan suatu bentuk urusan hati yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela.
Berdasarkan perbandingan yang telah dikemukakan, nampak jelas bagaimana konsep iman dan kufur menurut perspektif aliran dalam teologi. Pada mulanya konsep ilmu kalam dalam pembahasan iman dan kufur agak sederhana, seperti yang terdapat di kalangan Khawarij dan Murjiah, tetapi kemudian pembahasannya lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA


Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta : UI Press, I \ 1986.
Ibn.Rusyd, Afrizal M. Perdebatan Ulama Dalam Teologi Islam. Gelora Aksara Pratama. I \ 2006
Rozak abdul dan Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung. I  \2000
Drs. Alkhendra, M.Ag. Pemikiran kalam. Bandung. I \ 2000

Harun,Nasution.Teologi Islam. Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas
 Indonesia. 1972


[1] Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta : UI Press, 1986.hal

[2] Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta : UI Press, 1986.hal
[3]Ibn.Rusyd, Afrizal M. Perdebatan Ulama Dalam Teologi Islam. Gelora Aksara Pratama.hal42
[4] Rozak abdul dan Rosihon Anwar. 2000.Ilmu Kalam. Bandung. hal
[5] Drs. Alkhendra, M.Ag. pemikiran kalam. 2000. Bandung. Hal
[6] Harun,Nasution.1972.Teologi Islam. Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas
 Indonesia. hal

Kamis, 10 November 2011

hakikat manusia dalam perspektif filsafat pendidikan islam


MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
TENTANG
HAKIKAT MANUSIA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM






DISUSUN OLEH :

ADE PUTRA CANDRA UTAMA


DOSEN PEMBIMBING : BUSTANURDIN, MA



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM-YAYASAN DAKWAH ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING
TAHUN AKADEMIK 2010/2011



KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Allah SWT, zat penguasa seluruh alam jagat raya. Teriring pula salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Amin.
Sebagai wujud ikhtiar untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan mahasiswa di stai-ydi lubuk sikaping  khususnya jurusan PAI.Kami menyusun makalah ini berdasarkan fakta yang kami dapat berbagai sumber-sumber baik media cetak dan elektronik dan literature-literatur yang dijamin kebenarannya. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat kami mengharapkan untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang. Demikian pentingnya mata kuliah sejarah peradaban islam bagi mahasiswa pendidikan agama islam, maka perlu diadakan makalah yang mampu merangsang kreativitas para mahasiswa.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, dan juga kepada teman –teman yang sudah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga kehadiran makalah ini yang berjudul Pemikiran Ilmu Kalam tentang Iman dan Kufu dapat memberi mamfaat bagi kita semua dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar.

            Lubuk sikaping, 16 oktober 2011
                                                                                                                    Penyusun



DAFTAR  ISI



PEMBAHSAN

A.    Manusia dan hakikat kejadian manusia
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan dengan akal fikiran. Ibn ‘Arabi melukiskan hakikat manusia dengan mengatakan bahwa , “tak ada makhluk allah yang lebih bagus dari manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan memutuskan.
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh merupakan substansi yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua substansi dua-duanya adalah substansi alam. Sedangkan alam adalah makhluk . maka keduanya adalah makhluk ciptaan allah swt. Dalam sebuah ayat al-quran allah berfirman :








Artinya :
Dan sesungguhnya kami ciptakan manuisa dari sari tanah. Kemudian kami jadikan sari tanah itu air mani (terletak) dalam tempat simpanan yang teguh (rahim). Kemudian dari air mani itu kami ciptakan segumpal daging dan dari daging yang segumpal itu kami ciptakan tulang belulang. Kemudian tulang belulang itu kami jadikan dia makhluk yang baru yaitu manusia yang sempurna. Maka maha berkat (suci allah) pencipta yang paling baik. (Q.S : Al-mukminun: 12-14).
            Hakikat kejadian manusia. Memikirkan dan membicarakan mengenai hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tidak henti-hentinya mencari jawaban yan memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar tentang manusia yaitu “apa,dai mana, dan kemana manusia itu”?
            Ada empat aliran berbicara tentang manusia itu, yaitu aliran serba zat,aliran  serba ruh, aliran dualism (gabungan kedua aliran yaitu aliran pertama dan aliran yang ke dua) dan aliran eksistensialisme.
            Aliran serba zat. Aliran serba zat/materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat/materi, dan manusia adalah unsure dari alam. Maka hakikat manusia adalah zat/materi. Karna manusia makhluk materi, maka pertumbuhannya berproses dari materi juga. Sebagai makhluk materi kita tentu membutuhkan makanan, dan sejauh itu kita tidak mungkin bebas untuk tidak makan,begitu juga sebagai manusia kita dipaksa untuk berfikir.jadi  segala keperluan manusia juga bersifat materi,membutuhkan kebahagiaan, kesnangan, dan sebagainya dari materi itu.
            Aliran serba ruh. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ialah ruh. Hakikat manusia juga ruh, ruh tidak menempati ruang, sehingga tidak dapaty di sentuh dan dilihat oleh panca indra. Seorang filsuf , Fichte berpendapat bahwa “segala sesuatu yang lain (selain ruh) yang rupanya ada, hidup hanyalah suatu jenis, perumpamaan, perubahan atau penjelasan dari pada ruh.
            Aliran dualism. Aliran dualisme mecoba menggabungkan menggabungkan antara aliran materi dan zat. Aliran ini menganggap manusia ini terdiri dari da substansi yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini tidak tergantung satu sama lainya. (badan tidak berasal dari ruh dan sebaliknya). Dalam perwujudannya manusia itu tampil dua yaitu jasad dan ruh, saling berintegrasi yang akhirnya disebut manusia. Antara jasad dan ruh saling mempengaruhi.
            Orang belum merasa puas dengan pandangan-pandangan di atas, baik dari segi zat, ruh, dan aliran dualisme. ahli-ahli filsafat modern terus memikirkan lebih lanjut tentang hakikat, manusia mana yang merupakan eksistensi manusia atau wujud manusia itu sesungguhnya, disebut kaum eksistensialis dan aliran eksistensialisme. Mereka mencari inti hakekat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh, aliran ini memandang dari segi eksistensi manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini. Aliran ini mengeluarkan 4 macam pandangan, yaitu:
1.      Pandangan idealistis tentang badan manusia.
2.      Pandangan materialistis tentang manusia.
Mengatakan bahwa yang ada itu hanyalah badan. Manusia itu bersifat materi
3.      Badan merupakan musuhdari roh.antara badan dan roh saling bertentangan
4.      Dan manusia sebagai jasmani yang di”rohani”kan atau rohani yang di “jasmani”kan.dalam pandangan ini antara badan dan roh menyatu dalam pribadi manusia.

B.     Tugas dan tujuan hidup manusia
            Dalam Al Quran dinyatakan bahawa Allah SWT menciptakan manusia bukan secara main-main (Q.S, Al mu’minuun/23:115), melainkan dengan suatu tujuan dan fungsi. Secara global tujuan dan fungsi penciptaan manusia itu dapat diklarifikasikan dua [1]yaitu :
1.         Khalifah
          Al Quran mengatakan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai pengemban amanat (Q.S, Ar ruum/3372).diantara amanat itu adalah memakmurkan kehidupan di bumi (Q.S, Huud/11:16). Manusia diberi kedudukan sebagai khalifah di muka bumi (Q.S, Al Baqarah/2:30). Menurut Ahmad Musthafa Al maraghi, kata khalifah dalam suart Al baqarah ini memiliki dua makna, pertama, pengganti, yaitu pengganti Allah SWT untuk melaksanakan titah-Nya di muka bumi. Kedua, pemimpin yang memimpin diri sendiri dan makhluk lainnya serta memakmurkan dan mendayagunakan alam semesta bagi kepentinag manusia secara keseluruhan.[2]
2.      ‘Abd (Pengabdi Allah)
Konsep ‘abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian kepada Allah SWT (Q.S, Adz Dzaariyaat/5111/56) dengan penuh keikhlasan. Secara luas, konsep ‘abd sebenarnya meliputi seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh aktivitas seorang hamba selama ia hidup di alam semesta dinilai sebagai ibadah jika aktvitas itu ditujukan semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah SWT. Bekerja, belajar jika ditujukan hanya untuk mencari ridha allah itu akan menjadi ibadah. Jadi semua aktivitas seorang hamba dalam seluruh dimensi kehidupan adalah ibadah jika dilakukan hanya untuk mencari ridha Allahaa semata.[3]



[1] Dr.H Samsul nizar,MA.filsafat pendidikan islam:pendekatan historis,teoritis,praktis.ciputat,2005.hal 17.
[2] Dr.H Samsul nizar,MA.filsafat pendidikan islam:pendekatan historis,teoritis,praktis.ciputat,2005.hal 18
[3] Dr.H Samsul nizar,MA.filsafat pendidikan islam:pendekatan historis,teoritis,praktis.ciputat,2005.hal 20